KONI Pusat: Dualisme Organisasi Rugikan Atlet Indonesia


Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat, Letjen TNI (Purn) Marciano Norman, menyoroti dampak negatif dualisme kepengurusan dalam beberapa cabang olahraga nasional. Menurutnya, konflik internal ini tidak hanya menghambat perkembangan olahraga, tetapi juga merugikan para atlet yang berjuang mengharumkan nama bangsa.

"Jangan sampai ego masing-masing pihak menghambat kibarnya Merah Putih di pentas internasional. Saya berprinsip satu: atlet tidak boleh menjadi korban akibat dualisme organisasi," tegas Marciano dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.

Atlet Jadi Korban Konflik Internal

Marciano menegaskan bahwa organisasi cabang olahraga harus menjadi wadah pembinaan atlet, bukan ajang perebutan kepentingan. Jika konflik kepengurusan terus terjadi, maka yang paling dirugikan adalah para atlet yang hanya ingin berlatih dan berkompetisi demi Indonesia.

"Atlet kita berjuang dengan penuh dedikasi dan pengorbanan untuk negara. Tugas kita sebagai pembina adalah membantu mereka mewujudkan impian, bukan justru menghambat mereka dengan konflik internal," ujarnya.

Cabang Olahraga yang Terdampak Dualisme Kepengurusan

Sejumlah cabang olahraga nasional masih menghadapi dualisme kepemimpinan, di antaranya:

  • Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PTMSI)

  • Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi)

  • Ikatan Anggar Seluruh Indonesia (Ikasi)

Dampaknya sangat terasa, seperti yang terjadi pada cabang olahraga tenis meja. Akibat ketidakjelasan kepengurusan, tenis meja sempat tidak dipertandingkan dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua 2021. Lebih parahnya lagi, atlet tenis meja Indonesia absen dalam ajang SEA Games selama tiga edisi berturut-turut pada 2017, 2019, dan 2021.

Olahraga sebagai Pemersatu Bangsa

Marciano mengingatkan bahwa olahraga seharusnya menjadi sarana pemersatu bangsa, bukan ajang konflik kepentingan. Ia berharap para pengurus organisasi cabang olahraga dapat mengutamakan kepentingan bersama demi kemajuan olahraga Indonesia.

"Mereka yang berada dalam kepengurusan cabang olahraga harus melihat olahraga sebagai pemersatu bangsa. Jika mereka memiliki visi yang sama, perbedaan ini pasti bisa diselesaikan," kata mantan Kepala BIN periode 2011-2018 itu.

KONI Pusat Dorong Penyelesaian Konflik

Untuk mengatasi dualisme kepengurusan, KONI Pusat berkomitmen untuk menjadi fasilitator penyelesaian konflik. Namun, menurut Marciano, solusi terbaik hanya bisa tercapai jika semua pihak bersedia duduk bersama dan mencapai kesepahaman.

"Kami siap mendorong penyelesaian dualisme ini, tetapi keberhasilan proses tersebut sangat bergantung pada kesediaan semua pihak untuk bersatu demi masa depan olahraga Indonesia," pungkasnya.

Sumber: Antaranews